Sejarah Kelurahan

Mengungkap Asal-usul Sirnagalih
Dari Tarikolot Menjadi Sirnagalih

SAAT ini berkembang pemahaman yang salah di sebagian masyarakat, khususnya pada pemaknaan nama "Sirnagalih". Baik di lingkungan masyarakat Sirnagalih sendiri, apalagi masyarakat di luar kampung ini.

Umumnya masyarakat mengartikan "Sirnagalih" dengan konotasi yang negatif, karena mengambil asal kata "Sirnagalih" yang berasal dari kata "Sirna" dan "Galih" dan mengartikannya dengan tidak tepat. 

Dalam kamus Bahasa Sunda, Sirna diartikan dengan "hilang atau tiada". Sedangkan "Galih" artinya hati, inti. Sebagian orang lantas mengartikannya secara tidak tepat, yakni hati atau jiwa yang hilang. Jika mengusung arti ini, maka pengertiannya tentu saja menjadi negatif. Sehingga pernah ada sebagian orang yang menyarankan agar "Sirnagalih" diubah menjadi "Sinargalih" atau hati/jiwa yang bersinar.
Sementara itu, ada juga pihak yang mengartikan "Sirnagalih" dengan "Hati/jiwa yang hilang" dengan mengacu pada nama "Indihiang", yang konon berasal dari kata "Hindu Hyang". Atau Hindu yang "Ngahyang" (menghilang).

Namun sesungguhnya, para orang tua dulu tentu saja tidak akan gegabah dalam memberikan sebuah nama daerah. Tentu ada pemaknaan yang baik dalam memberikan sebuah nama yang di dalamnya berisi harapan yang baik yang terkandung dalam nama tersebut.
Memanglah benar, kata "Sirnagalih" berasal dari dua kata, yakni "Sirna" dan "Galih". Dan memang benar pula, arti dari masing-masing kata sesuai dengan yang dituliskan di atas. Namun jika dirangkaikan, makna yang seharusnya menjadi "hati yang bersih atau suci". Kata "Sirna" atau tiada/hilang, dimaknai secara lebih mendalam, yakni terbebas dari nilai-nilai kebendaan atau bersih/suci.
Keterangan dari sesepuh Kampung Sirnagalih Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya, Bapak Ateng, kata "Sirna" juga diartikan dengan "Tengtrem" (tentram). Sehingga "Sirnagalih" diartikan dengan "Hati/jiwa yang tentram".

Sebagaimana keterangan Bpk. Ateng kepada Redaksi "Panglawungan", ada latar belakang tersendiri yang menjadi alasan pemberian nama Sirnagalih.
Sebelum menjadi Kampung Sirnagalih, nama kampung ini sebelumnya bernama "Tarikolot". Sekarang nama "Tarikolot" memang masih tetap dikenal, hanya saja untuk menunjuk sebagian kecil dari wilayah Sirnagalih. Dan hal itu tidak ada salahnya. Pertama, memang tidak mudah untuk menghapuskan sebuah nama yang sudah terlanjur melekat di masyarakat, jadi biarlah masyarakat sendiri yang menentukannya. Kedua, untuk tetap mengenang bahwa Kampung Sirnagalih sebelumnya bernama "Tarikolot", hanya tentu karena perubahan nama dari "Tarikolot" menjadi "Sirnagalih" sudah merupakan kesepakatan bersama para tokoh masyarakat silam, sehingga jika pun nama Tarikolot masih digunakan, itu hanya untuk menunjuk sebagian kecil wilayah saja di lingkungan Sirnagalih.

Latar belakang
Menurut Bpk. Ateng, para sesepuh dan tokoh masyarakat silam mengganti nama Tarikolot menjadi Sirnagalih, dengan pertimbangan sebagai berikut:
Kata "Tarikolot" berasal dari kata "narik ka kolot" atau menuju ke kondisi yang tua (menua).  Dan itu bermakna juga sebagai sebuah kemunduran. Padahal pada kenyataannya, Tarikolot saat itu bukannya mundur, malah terus berkembang, baik dari hal jumlah penduduknya maupun pembangunannya. "Bahkan sekarang, di Sirnagalih telah banyak berdiri kompleks pemukiman perumahan, setidaknya ada 3 perumahan. Ditambah lagi ada 1 perum lagi yang mau berdiri," katanya.
Karena dianggap tidak sesuai dengan kenyataan perkembangan jaman, maka nama Tarikolot pun disepakati diubah menjadi "Sirnagalih".
Lalu mengapa dipilih nama "Sirnagalih"?

Bapak Ateng pun mengenang saat-saat terjadinya banyak kerusuhan di Sirnagalih silam. Saat itu, terutama saat merajalelanya aksi pembantaian dan teror DI/TII, masyarakat merasa resah dan dihantui ketakutan. Pada tahun 1954, keluarga Bapak Ateng bahkan mengungsi ke Gunung Tilu di Indihiang. Sekitar tahun 1962, setelah aksi DI/TII berhenti suasana mencekam berangsur mereda. Namun saat itu masih kadang terjadi fitnah dan isu-isu yang membuat masyarakat ketakutan dan tidak nyaman. Ia mengisahkan, ketika saat itu terdapat warga yang meninggal yakni Bapak Darja di Cinehel, lalu ada tuduhan bahwa Darja dibunuh oleh beberapa orang warga Sirnagalih. Karena peristiwa tersebut, beberapa warga Sirnagalih saat itu pun dijebloskan ke penjara.

Karena masih adanya ketidaknyamanan di lingkungan warga, akhirnya para tetua kampung saat itu bersepakat untuk mengubah nama "Tarikolot" menjadi "Sirnagalih", yang artinya "Hati/jiwa yang tentram". "Saat itu sekitar tahun 80-an," terang Bpk. Ateng. Dipilihnya nama tersebut berisi pengharapan agar lingkungan menjadi aman dan tentram sehingga penduduknya pun bisa merasa nyaman. Semoga.

pemerintahan
Desa Sirnagalih dulu merupakan bagian dari Desa Indihiang Kecamatan Indihiang Kabupaten Tasikmalaya, dimana pada Tahun 1983 mengalami pemekaran dari Desa Induknya yaitu Desa Indihiang Menjadi Desa Sirnagalih Kecamatan Indihiang Kabupaten Tasimalaya denga di kepalai orang seorang Kepala Desa yang pertama yaitu :
1. Ruslan Abdul Gani      Tahun ....................
2. Pjb Dayat Ruhiyat       Tahun ......................
3. Pjb Hari Jauhari          Tahun .....................
4. Usep Faisal Hilmi        Tahun ....................
seiring dengan adanya perubahan Kabupaten Tasikmalaya yang mengalami pemekaran menjadi dua wilayah Pemerintahan yaitu Pemerintah Kabupaten dan Kota Tasikmalaya dengan ditetapkannya Undang-Undang nomor 10 tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Tasikmalaya, Maka Desa Sirnagalih menjadi salah satu Desa yang masuk ke Pemerintah Kota Tasikmalaya sehingga berubah Nomenklatur dari Desa menjadi Kelurahan, berkenaan dengan hal tersebut otomanis kepala pemerintahan yang semula di jabat oleh seorang Kepala Desa menjadi di kepalai oleh Lurah dari ASN yang di angkat oleh walikota Tasikmalaya sampai dengan sekarang.